Jumat, 12 Oktober 2012

tulisan minggu ke 3



Nama: Adelia Riana dewi 
Npm  : 25209171
kelas : 4EB19

ARTIKEL  

Ethical Governance
Setiap Negara mempunyai sistem kepemerintahan dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu.Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunyai sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut.
            Manusia untuk memahami etika tentu saja melalui suatu proses yang disebut enkulturasi yang dapat diterjemahkan dengan istilah yang lebih sederhana yaitu “pembudayan”. Dalam proses ini seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-istiadat, norma dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Sejak kecil proses enkulturasi sudah dimulai dalam alam warga sesuatu masyarakat; mula-mula dari orang di dalam lingkungan keluarganya, kemudian dari teman-temannya bermain. Seringkali ia belajar dengan meniru berbagai macam tindakan, setelah perasaan dan nilai budaya yang member motivasi akan tindakan meniru itu telah di internalisasi dalam kepribadiannya. Dengan berkali-kali meniru maka tindakannya menjadi suatu pola yang mantap, dan norma yang mengatur tindakkannya “dibudayakan”. Terkadang berbagai norma juga dipelajari seorang individu secara sebagian-sebagian., dengan mendengar berbagai orang dalam l ingkungan pergaulannya pada saat - saat yang berbeda-beda, menyinggung atau membicarakan norma tadi. Tentu juga norma yang diajarkan kepadanya dengan sengaja tidak hanya dalam lingkungan keluarga, dalam pergaulan di luar keluarga, tetapi juga fomal di sekolah. Di samping aturan-aturan masyarakat dan negara yang diajarkan di sekolah melalui mata pelajaran antara lain; Agama, PPKN, Ketata-negaraan, ilmu Kewarganegaraan/Kewiraan dan lain-lainnya, juga aturan sopan santun bergaul seperti budi pekerti, tata boga, bahasa daerah yang dapat diajarkan secara formal.
Bisa disebutkan bahwa etika tersebut memang merupakan suatu pengejawantahan dari gagasan yang sebenarnya memberikan rambu-rambu kepada manusia dalam melaksanakan hajad hidup bersama manusia atau kelompok lainnya yang senantiasa harus dipahami. Untuk paham ini belum tentu setiap manusia sebagai individu akan sama dan berakibat ketika dalam pelaksanaan juga membawa hasil tak sama pula.
Ini terjadi karena setiap manusia atau masyarakat mempunyai hak untuk memberikan interpretatif berbeda. Namun demikian, baik itu disadari atau tidak proses internalisasi yang dilanjutkan dengan enkulturasi akan dilakukan oleh masyarakat pendukungnya. Akhirnya suatu sikap juga tampak dalam kehidupan masyarakat sehari-harinya. Berbeda dengan etiket, dalam rangka mensepahamkan istilah ini tentu kita simak lagi perbedaan antara etika dengan etiket. Sering kali dua istilah ini dicampuradukan. Etika seperti tertulis pada halaman depan berarti moral, dan etiket berarti sopan santun. Jika dilihat dari asal usulnya, sebetulnya tidak ada hubungan diantara kedua istilah tersebut.Akan jelas bila dibandingkan dalam Bahasa Inggris yaitu ethics dan etiquette. Bila dipandang menurut artinya, dua istilah ini memang dekat satu sama lain.
            Pada Struktur pengelolaan program etika bisnis bagi tiap perusahaan dapat berbeda-beda sesuai dengan besarnya, kompleksitas operasinya, dan lingkup geografis operasinya. Struktur pengelolaan program etika bisnis yang direkomendasikan dalam pedoman ini adalah struktur pengelolaan etika untuk perusahaan besar. Untuk perusahaan yang lebih kecil, tugas dan fungsi dari struktur pengelolaan program etika ini dapat dilaksanakan oleh struktur yang ada. Dalam kasus seperti ini, penugasan tersebut harus dinyatakan secara tertulis dan tegas, sehingga akuntabilitasnya jelas. Pada Struktur pengelolaan program penerapan etika bisnis untuk perusahaan yang besar biasanya meliputi struktur yaitu a. Komite Eksekutif Etika, Komite ini lebih bersifat sebagai forum yang mengarahkan (steering committee). b. Biro Etika Direksi membentuk suatu Biro Etika sebagai pelaksana tugas harian Komite Eksekutif Etika Biro ini dipimpin oleh seorang pejabat senior di bawah Direksi dan dibantu dengan staff professional sesuai dengan kebutuhan.Biro ini bertanggung jawab mengelola kegiatan sehari-hari pelaksanaan
program etika bisnis perusahaan. c. Komite Pemantau Etika, Dewan Komisaris perusahaan membentuk Komite Pemantau Etika dan Kepatuhan yang bertanggung jawab untuk memastikan
bahwa program penerapan etika bisnis perusahaan berjalan dengan efektif dan efisien. Hal ini dilakukan dengan melakukan pemantauan terhadap kecukupan program etika dan kepatuhan perusahaan, pelaksanaan program etika dan kepatuhan dan evaluasi efektifitas program tersebut.
            Perusahaan harus menunjuk pejabat - pejabat pelaksana pengelolaan program etika bisnis perusahaan, terutama pejabat untuk Biro Etika. Pejabat yang ditunjuk hendaknya seseorang yang mampu dan sesuai untuk jabatan ini. Perlu diperhatikan bahwa orang yang ditunjuk haruslah orang yang secara umum dikenal dan dipersepsikan sebagai orang yang jujur, bersih dan mempunyai integritas tinggi oleh para pegawai perusahaan dan para stakeholders inti di luar perusahaan.

PT Jasa Marga (Persero) Tbk yang selanjutnya disebut “Perusahaan” atau “Perseroan” menyadari arti pentingnya implementasi GCG sebagai salah satu alat untuk meningkatkan nilai dan pertumbuhan bisnis jangka panjang secara berkesinambungan tidak hanya bagi Pemegang Saham (Shareholders) namun juga segenap pemangku kepentingan (Stakeholders)  lainnya dalam arti pengelolaan bisnis yang bukan hanya mengejar keuntungan semata namun juga pengelolaan yang penuh amanah, transparan dan akuntabel. Kepercayaan pemangku kepentingan seperti Karyawan, Masyarakat Umum, Pelanggan, Pemasok, Kreditur dan pemangku kepentingan lainnya  merupakan faktor yang sangat menentukan bagi perkembangan dan kelangsungan usaha Perusahaan. Kredibilitas Perusahaan dan kepercayaan pemangku kepentingan sangat erat kaitannya dengan perilaku Perusahaan dalam berinteraksi dengan para pemangku kepentingan. Pengelolaan Perusahaan selain harus mengikuti peraturan dan perundangan yang berlaku juga harus menjunjung tinggi norma dan nilai etika. Kesadaran untuk menjalankan etika yang baik akan meningkatkan dan memperkuat reputasi Perusahaan. Atas dasar pemikiran ini maka Perusahaan melakukan revisi atas Pedoman Perilaku yang selanjutnya disebut Code of Conduct atau COC untuk lebih menyesuaikan terhadap perkembangan dunia bisnis dan ketentuan yang berlaku.  Code of Conduct ini mengatur kebijakan nilai-nilai etis yang dinyatakan secara eksplisit sebagai suatu standar perilaku yang harus dipatuhi oleh seluruh Insan Jasa Marga.
Code of Conduct Perusahaan adalah sekumpulan komitmen yang terdiri dari etika usaha Perusahaan dan etika kerja setiap Insan Jasa Marga yang bersifat sukarela yang disusun untuk mempengaruhi, membentuk, mengatur dan melakukan kesesuaian perilaku, sehingga tercapai keluaran yang konsisten yang sesuai dengan budaya kerja Perusahaan dalam mencapai visi dan misinya.Dalam melakukan penyesuaian Code of Conduct ini, Perusahaan selalu memperhatikan hukum dan ketentuan yang berlaku, Visi, Misi, Tujuan dan Nilai-Nilai yang dianut Perusahaan, praktek-praktek terbaik di internal maupun eksternal Perusahaan dan Code of Corporate Governance (COCG) yang berlaku di Perusahaan. Sebagai pedoman yang bersifat dinamis,  Code of Conduct ini akan dikaji secara berkala dan berkelanjutan sesuai dengan dinamika lingkungan usaha yang terjadi. Namun demikian, dalam setiap perubahannya Perusahaan tidak akan mengorbankan nilai-nilai yang telah ada demi keuntungan jangka pendek semata.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar