Nama: Adelia Riana dewi
Npm : 25209171
kelas : 4EB19
ARTIKEL
Ethical Governance
Setiap
Negara mempunyai sistem kepemerintahan dan tujuan untuk menjaga suatu
kestabilan negara itu.Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan
separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun
merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak
bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunyai sistem
pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya
hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut.
Manusia untuk memahami etika tentu
saja melalui suatu proses yang disebut enkulturasi yang dapat
diterjemahkan dengan istilah yang lebih sederhana yaitu “pembudayan”. Dalam proses
ini seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya
dengan adat-istiadat, norma dan peraturan-peraturan yang hidup
dalam kebudayaannya. Sejak kecil proses enkulturasi sudah dimulai
dalam alam warga sesuatu masyarakat; mula-mula dari orang di dalam
lingkungan keluarganya, kemudian dari teman-temannya bermain. Seringkali ia
belajar dengan meniru berbagai macam tindakan, setelah perasaan dan
nilai budaya yang member motivasi akan tindakan meniru itu telah
di internalisasi dalam kepribadiannya. Dengan berkali-kali meniru
maka tindakannya menjadi suatu pola yang mantap, dan norma yang mengatur tindakkannya
“dibudayakan”. Terkadang berbagai norma juga dipelajari seorang individu secara sebagian-sebagian.,
dengan mendengar berbagai orang dalam l ingkungan pergaulannya pada saat - saat
yang berbeda-beda, menyinggung atau membicarakan norma tadi. Tentu juga norma
yang diajarkan kepadanya dengan sengaja tidak hanya dalam
lingkungan keluarga, dalam pergaulan di luar keluarga, tetapi juga
fomal di sekolah. Di samping aturan-aturan masyarakat dan negara yang diajarkan
di sekolah melalui mata pelajaran antara lain; Agama, PPKN, Ketata-negaraan,
ilmu Kewarganegaraan/Kewiraan dan lain-lainnya, juga aturan sopan
santun bergaul seperti budi pekerti, tata boga, bahasa daerah yang dapat
diajarkan secara formal.
Bisa disebutkan bahwa etika tersebut memang merupakan suatu
pengejawantahan dari gagasan yang sebenarnya memberikan rambu-rambu kepada
manusia dalam melaksanakan hajad hidup bersama manusia atau kelompok lainnya
yang senantiasa harus dipahami. Untuk paham ini belum tentu setiap manusia
sebagai individu akan sama dan berakibat ketika dalam pelaksanaan juga membawa
hasil tak sama pula.
Ini
terjadi karena setiap manusia atau masyarakat mempunyai hak untuk memberikan
interpretatif berbeda. Namun demikian, baik itu disadari atau tidak
proses internalisasi yang dilanjutkan dengan enkulturasi akan
dilakukan oleh masyarakat pendukungnya. Akhirnya suatu sikap juga tampak dalam
kehidupan masyarakat sehari-harinya. Berbeda dengan etiket, dalam rangka
mensepahamkan istilah ini tentu kita simak lagi perbedaan antara etika dengan
etiket. Sering kali dua istilah ini dicampuradukan. Etika seperti tertulis pada
halaman depan berarti moral, dan etiket berarti sopan santun. Jika dilihat dari
asal usulnya, sebetulnya tidak ada hubungan diantara kedua istilah
tersebut.Akan jelas bila dibandingkan dalam Bahasa Inggris yaitu ethics dan etiquette.
Bila dipandang menurut artinya, dua istilah ini memang dekat satu sama lain.
Pada Struktur pengelolaan
program etika bisnis bagi tiap perusahaan dapat berbeda-beda sesuai
dengan besarnya, kompleksitas operasinya, dan lingkup geografis
operasinya. Struktur pengelolaan program etika bisnis yang direkomendasikan
dalam pedoman ini adalah struktur pengelolaan etika untuk perusahaan besar. Untuk
perusahaan yang lebih kecil, tugas dan fungsi dari struktur pengelolaan program
etika ini dapat dilaksanakan oleh struktur yang ada. Dalam kasus seperti ini, penugasan tersebut harus
dinyatakan secara tertulis dan tegas, sehingga akuntabilitasnya jelas. Pada Struktur pengelolaan program penerapan
etika bisnis untuk perusahaan yang besar biasanya meliputi struktur yaitu a. Komite Eksekutif Etika, Komite
ini lebih bersifat sebagai forum yang mengarahkan (steering committee). b.
Biro Etika
Direksi membentuk suatu Biro Etika sebagai pelaksana tugas harian Komite
Eksekutif Etika Biro ini dipimpin oleh seorang pejabat senior di bawah Direksi
dan dibantu dengan staff professional sesuai dengan kebutuhan.Biro ini bertanggung
jawab mengelola kegiatan sehari-hari pelaksanaan
program etika bisnis perusahaan. c. Komite Pemantau Etika, Dewan Komisaris perusahaan membentuk Komite
Pemantau Etika dan Kepatuhan yang bertanggung jawab untuk memastikan
bahwa program penerapan etika bisnis perusahaan
berjalan dengan efektif dan efisien. Hal ini dilakukan dengan melakukan
pemantauan terhadap kecukupan program etika dan kepatuhan perusahaan,
pelaksanaan program etika dan kepatuhan dan evaluasi efektifitas program
tersebut.
Perusahaan
harus menunjuk pejabat - pejabat pelaksana pengelolaan program etika bisnis
perusahaan, terutama pejabat untuk Biro Etika. Pejabat yang ditunjuk
hendaknya seseorang yang mampu dan sesuai untuk jabatan ini. Perlu diperhatikan
bahwa orang yang ditunjuk haruslah orang yang secara umum dikenal dan
dipersepsikan sebagai orang yang jujur, bersih dan mempunyai integritas tinggi
oleh para pegawai perusahaan dan para stakeholders inti di
luar perusahaan.
PT
Jasa Marga (Persero) Tbk yang selanjutnya disebut “Perusahaan” atau “Perseroan”
menyadari arti pentingnya implementasi GCG sebagai salah satu alat untuk
meningkatkan nilai dan pertumbuhan bisnis jangka panjang secara
berkesinambungan tidak hanya bagi Pemegang Saham (Shareholders) namun juga
segenap pemangku kepentingan (Stakeholders) lainnya dalam arti pengelolaan
bisnis yang bukan hanya mengejar keuntungan semata namun juga pengelolaan yang penuh
amanah, transparan dan akuntabel. Kepercayaan pemangku kepentingan seperti
Karyawan, Masyarakat Umum, Pelanggan, Pemasok, Kreditur dan pemangku
kepentingan lainnya merupakan faktor yang sangat menentukan bagi perkembangan
dan kelangsungan usaha Perusahaan. Kredibilitas Perusahaan dan kepercayaan pemangku
kepentingan sangat erat kaitannya dengan perilaku Perusahaan dalam berinteraksi
dengan para pemangku kepentingan. Pengelolaan Perusahaan selain harus mengikuti
peraturan dan perundangan yang berlaku juga harus menjunjung tinggi norma dan
nilai etika. Kesadaran untuk menjalankan etika yang baik akan meningkatkan dan
memperkuat reputasi Perusahaan. Atas dasar pemikiran ini maka Perusahaan
melakukan revisi atas Pedoman Perilaku yang selanjutnya disebut Code of Conduct
atau COC untuk lebih menyesuaikan terhadap perkembangan dunia bisnis dan
ketentuan yang berlaku. Code of Conduct ini mengatur kebijakan
nilai-nilai etis yang dinyatakan secara eksplisit sebagai suatu standar
perilaku yang harus dipatuhi oleh seluruh Insan Jasa Marga.
Code
of Conduct Perusahaan adalah sekumpulan komitmen yang terdiri dari etika usaha Perusahaan
dan etika kerja setiap Insan Jasa Marga yang bersifat sukarela yang disusun
untuk mempengaruhi, membentuk, mengatur dan melakukan kesesuaian perilaku,
sehingga tercapai keluaran yang konsisten yang sesuai dengan budaya kerja
Perusahaan dalam mencapai visi dan misinya.Dalam melakukan penyesuaian Code of
Conduct ini, Perusahaan selalu memperhatikan hukum dan ketentuan yang berlaku,
Visi, Misi, Tujuan dan Nilai-Nilai yang dianut Perusahaan, praktek-praktek terbaik
di internal maupun eksternal Perusahaan dan Code of Corporate Governance (COCG)
yang berlaku di Perusahaan. Sebagai pedoman yang bersifat dinamis, Code
of Conduct ini akan dikaji secara berkala dan berkelanjutan sesuai dengan dinamika
lingkungan usaha yang terjadi. Namun demikian, dalam setiap perubahannya
Perusahaan tidak akan mengorbankan nilai-nilai yang telah ada demi keuntungan
jangka pendek semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar